Rabu, 17 Desember 2008

Cerita Ngentot Berantai-Anya


Kampus swasta ini emang surga bagi lelaki. Bagaimana tidak sebagai sebuah universitas swasta elit, mahasiswi yang masuk disana adalah anak-anak dari pejabat dan orang kaya yang tentu saja rajin merawat diri. Salah satu diantaranya adalah Anya. Anya adalah anak seorang bos perusahaan kayu yang sangat kaya. Saat ini dia tercatat sebagai salah satu mahasiswi baru di universitas tersebut. Ia saat ini kos di sebuah rumah yang fasilitasnya seperti hotel di dekat kampusnya. Sebagai mahasiswi baru tentu saja dia harus mengikuti ospek.

Dengan kecantikannya Anya dengan cepat dikenal oleh teman-teman seangkatannya maupun oleh senior-senior yang menjadi mentor ospek tersebut. Memang harus diakui kecantikannya, kulitnya putih bersih dengan tinggi 168cm, dan rambut kehitaman panjang sedada yang biasa dikuncir ke belakang sehingga lehernya yang jenjang pun nampak menggoda. Selain kecantikan fisik, dia juga tidak genit dan banyak tingkah seperti gadis-gadis seusianya, kalem namun mudah dekat dengan orang. Baru dua hari dari empat hari masa ospek saja namanya sudah banyak dibicarakan para cowok, dan tentu saja hal ini membuat kuping sebagian mahasiswi baik dari kalangan teman ospek maupun senior yang merasa tersaingi kesal, termasuk dua mahasiswi yang menjadi mentor regu ospek Anya. Sehingga setelah selesai acara di hari kedua, kedua orang senior itu, Veny dan Nia merencanakan akan memberi pelajaran pada gadis itu keesokan harinya.Entah kenapa siang itu saat mahasiswa lain sedang menikmati istirahatnya, Anya dipanggil menghadap kedua mentornya, Veny dan Nia.Ternyata menurut mereka berdua Anya dianggap bersalah karena
tidak menghargai senior mereka terutama yang cewe, selain itu beberapa tugas juga tidak beres. Karena itulah mereka berdua memberi tugas tambahan yang harus ia lakukan.

“Ok karena kesalahan2 lo tadi, lo harus lakuin apa yang kita minta, ngerti?” seru Nia dengan tegas
“Baik kak, sekali lagi minta maaf” balas Anya dengan menunduk dan kakinya gemetar karena ketakutan.

“Di kampus ini, ada beberapa karyawan yang jasa-jasanya ngga kalah penting dibandingin dosen-dosen kita yang sok kaya itu, kamu tau siapa mereka?”tanya Nia lagi
“Maaf kak saya tidak tahu, siapa mereka?”jawab Anya
“Ahh bodoh kamu, ditanya malah balik nanya, pikir pake otak jangan cuma dandan doank!!!” Veny mendorong Anya hingga dia jatuh terjerembab
“Nah kita mau kamu minta tandatangan semua petugas kebersihan dan satpam-satpam yang ada di kampus kita ini, so, kamu bisa lebih bisa menghargai mereka. tau kan jasa mereka buat kita? TAU NGGA???” bentak Nia
“iya iya kak saya mengerti” Anya mulai berkeringat dingin
“Nah disini kira-kira ada 4 satpam dan 3 petugas kebersihan yang jaga tiap hari, tugas kamu adalah minta tandatangan mereka semua setiap hari, mereka ada di kampus sampe jam 7 sore, kalo kamu ngga malas kamu bisa cari mereka, NGERTI???”

Anya pun memutuskan memakai setengah jam waktu istirahat yang tersisa untuk mencari tanda tangan karyawan kampus. Pertama-tama dia mendatangi sebuah pos satpam di pelataran parkir. Disana ada tiga orang satpam sedang ngobrol-ngobrol.
“Permisi Pak !” sapanya dengan sopan
Perhatian mereka tersita oleh kehadiran seorang gadis cantik yang masih dengan pakaian putih-abu-abunya itu.
“Iya Non, ada perlu apa nih ?” tanya seorang yang terlihat paling tua diantara mereka, berusia sekitar 40-an, tubuhnya agak gempal dan berkumis, di dadanya terdapat namanya `Kohar’.
“Ehm, ini Pak cuma mau minta tanda tangan aja buat ospek nih,
boleh kan Pak ?” katanya seraya menyodorkan buku ospeknya.
“Ooo…boleh, boleh, itu kan tujuannya buat kenalan kan Non, nah Non sekarang ngenal kita, kita juga harus ngenal Non kan, iya ga?” kata yang lebih muda berambut cepak dan bermulut agak monyong itu, namanya Parman
Anya hanya mengangguk saja tanpa merasa aneh.

“Nah sekarang kan kita baru kenal Non luarnya aja, namanya Non Anya kan(dari kartu nama yang didadanya), tapi kita belum kenal dalemnya nih !” timpal Pak Kohar lagi
“Jadi maksudnya gimana Pak ?” tanya Anya tidak mengerti.
“Maksudnya kita pengen liat bagian dalemnya Non, gitu loh hehehe…” sahut yang jangkung kerempeng dengan suara seperti tikus itu.
Betapa terperanjatnya Anya mendengar kata-kata yang melecehkan
itu, kupingnya panas dan pipinya memerah marah.
“Sopan dikit dong Pak omongnya, sini bukunya ga jadi deh !” marahnya sambil merebut buku itu dari tangan Pak Kohar.

Mereka tertawa-tawa melihat Anya meninggalkan mereka dengan hati panas. Kesal sekali dia, baru pernah dirinya dilecehkan seperti itu, oleh satpam pula, dia berencana akan mengadukan hal ini pada rektorat nantinya.

Tanpa melupakan tugas yang diberikan kedua seniornya itu dia mencari lagi orang yang bisa diminta tandatangan. Di dekat WC dia bertemu seorang bapak tua berumur 60-an, rambutnya sudah abu-abu beruban dan kepalanya sudah mulai pitak, nampaknya bapak ini orang baik-baik, maka itu Anya mendatangi dan minta tanda tangannya. Sekali lagi Anya terkejut mendengar jawaban yang tak pernah diduganya.
“Bapak cuma minta gini aja kok ke Non !” kata orang tua itu terkekeh sambil menunjukkan tangannya yang terkepal dengan jempol diselipkan antara telunjuk dan jari tengah.
Jam istirahat selesai Anya harus kembali ke regunya dengan tangan kosong dan hati galau. Ternyata para senior yang iri padanya telah bekerjasama dengan para karyawan itu untuk mengerjainya.

Anya kembali ke kelompoknya, acara setelah ini adalah acara kebersihan, jadi pada acara ini Anya dan teman-temannya harus membersihkan kampus. Saat kembali ke kelompoknya Anya sempat bertemu Nia.
“Gimana, udah selesai tugasnya?” tanya Nia sinis
“Belom kak, tadi ada sedikit masalah.” jawab Anya sambil terengah-engah karena berlari-lari dari pos satpam dan WC kampus.
“Masalah? Kamu bikin masalah sama mereka?
“Ngga ngga kok kak?”
“Bener?! Ati-ati aja kamu jangan bikin masalah sama petugas kampus, apalagi selama ospek gini, ngerti kamu?!” bentak Nia
“tapi kak, saya bener-bener ga bikin masalah”
“Udah!!! koq kamu melawan senior siy?! INget baik-baik tugas kamu!!! Awas kalo ga selesai!!!”
Setelah itu Anya bersama mahasiswa lain menuju ke tempat nya masing-masing. Tiba-tiba Veny memanggil Anya.

“Anya, kamu bersihin WC aja, cepat!

Anya pun mengangguk lemas, dengan langkah gontai ia menuju wc perempuan, “bersihkan wc yang dilantai 3, CEPATTTTTT!!!! 5 menit
sudah harus sampai kesana!!!!”bentak Venny, rupanya di lantai 3 wc
tersebut ada air sabun yang sudah dipersiapkan oleh senior-seniornya
yang iri, disana di depan pintu wc sudah ada Nia yang melotot dengan
sinis, “buka sepatu kamu, taruh dipinggir” perintah Nia. “ba…ba ik
kak…”Anya ketakutan, maka ia menuruti perintah Nia, setelah menaruh sepatu dipinggir, Nia tampaknya kurang puas, “buka baju seragam kamu, kamu ga mau kan baju kamu jadi basah” perintah Nia. Anya kembali terkejut dengan permintaan aneh seniornya, “ta…tapi kak?..”wajahnya memohon agar ia tidak perlu menuruti perintah Nia, “APA TAPI TAPIAN? elo mau ngelawan gue yah hah? udah sok jago luh?!!! cepetan goblok!!!” ato lu berasa disini terlalu sepi buat lu buka baju? mau gua panggil temen temen yang laen?” bentak Nia lagi

Tampaknya tidak ada pilihan bagi Anya selain menuruti perintah seniornya, ia melihat sekelilingnya, tampaknya memang tak ada seorangpun di lantai 3 kampus ini, maka ia beranikan diri untuk melepas seragamnya, kini tinggal bra dan cd piere cardinnya saja yang melekat di tubuh putih mulusnya.kemudian ia melangkah masuk kedalam wc tersebut, karena sangat
licin ia terjembab ke lantai kamar mandi tersebut, sehingga tubuhnya
penuh dengan busa sabun begitu pula bra dan cdnya, kemudian nia
menguncinya di dalam wc tersebut, dan mengambil baju seragam serta
sepatu dan kaos kaki Anya untuk kemudian di simpanAnya mulai membersihkan toilet itu hanya dengan memakai bra dan cd
saja. Anya agak bersyukur karena WC itu cukup bersih dan terawat,
lantainya pun dari marmer. Dia mulai membersihkan apa yang perlu
dibersihkan seperti mengelap wastafel dan cerminnya, dilanjutkan
membersihkan wc-wcnya, selesai juga akhirnya, dia menyeka keringat
di dahinya. Terakhir dia tinggal mengepel lantainya, ketika mengepel
itulah pintu terbuka, Veny dan Nia masuk, tapi yang membuatnya kaget
adalah di belakang mereka ada tiga orang pria berpakaian petugas
kebersihan kampus yang ikut masuk, salah satunya adalah si pak tua
berumur 60-an yang tadi dimintai tanda tangan oleh Anya. Spontan
Anyapun menutupi tubuhnya dengan tangan.
“Heh, rapi juga yah kerjaanlu, gua kira lu cuma bisa merias diri di
meja rias aja !” kata Nia dengan sinis
“Sini kamu, ada yang perlu kita omongin sama lu !” perintah Veny
Anya dengan gemetaran dan masih menutupi tubuhnya mendekati kedua
senior itu.
“Kenapa Kak, udah mau beres kok” katanya
“Gua bukan mau omongin itu tuan putri, gua mau nanya tadi lu berani
bikin masalah sama Pak Tohir yah ?”
“Ngga-ngga kok Kak, justru dia yang duluan omong yang ngga-ngga,
bener kok !” jawab Anya
`plak’ sebuah tamparan mendarat di pipinya membuat dirinya terkejut.
“Sopan dikit yah ngomongnya, dia-dia…emang sapa lu, panggil Bapak
kek !” bentak Nia dengan galaknya.Mata indah Anya mulai berkaca-kaca memandangi mereka, ketiga petugas
pembersih itu hanya nyengir-nyengir saja melihat hal itu
“Tapi Kak…”
“Ahh…udah ga ada tapi-tapian, pokoknya lain kali yang sopan yah
omongnya” Veny memotong protes Anya “ya udah kita cuma mau kasih tau
itu aja, kita malah kasian ke kamu kerja sendirian makannya kita
panggil mereka buat bantuin kamu disini”
“Udah Kak, ngga usah sedikit lagi selesai kok, tolong suruh mereka
pergi” Anya memohon.
“Oh, udah bersih yah ? gini udah bersih emang ?” Nia menendang ember
berisi cairan sabun itu hingga isinya tumpah ke lantai
“Udah pokoknya sekarang kamu bersihin lagi WC ini bersama bapak-
bapak ini, ok, nanti kalau udah kita baru jemput !” kata Veny
Keduanya lalu meninggalkan Anya bersama ketiga lelaki yang sudah
melihat gadis itu bagaikan serigala lapar.
“Jangan Kak, jangan tinggalin saya !” Anya berlari ke arah pintu dan
menggedor-gedornya setelah mereka menutup pintu dan mengunci dari
luar.Jeritan Anya hilang ditelan dinding tebal, dengan gemetar ia berbalik sambil berusaha menutupi tubuhnya sedapat mungkin. Namun kedua belah tangannya yang mungil tak mampu menyembunyikan keindahan tubuhnya yang setengah telanjang dari tatapan liar Pak Tohir dan kedua temannya.
” Pak…maafin Anya pak…”, mohon Anya terbata-bata,” Anya janji akan sopan sama Pak Tohir “
Anya masih mengira bahwa semua ini hanyalah bagian dari kegiatan ospek saja. Dan berharap dengan meminta maaf maka “perploncooan” ini segera berakhir. Namun Anya salah sangka karena sebenarnya “perploncooan” dirinya baru akan dimulai.
” Pak Tohir sih udah maapin lo, tapi gua ama Ujang paling ngga suka kalau ada anak baru berani ngelecehin Pak Tohir, tul ngga Jang!! ” sahut pria di sebelah kanan Pak Tohir, badannya gempal dengan kulit muka kasar berlubang-lubang.
” Tullll…Dung…betul !” sambut Ujang, tubuhnya kurus kering dan pendek, tulang pipinya menonjol dan dagunya tipis sehingga raut mukanya mirip kambing bandot.”Emang kalo lo udah bilang maap…dunia jadi milik lo, ngga segampang itu tahu!” bentak Dudung.
” Te..terus…Anya harus gimana dong? “, tanya Anya dengan suara lirih.
“Nah, kalau lo mau kita maapin, gini aja…lo mesti mau jadi juri buat kita bertiga ” kata Dudung.
“Juri? Memangnya bapak-bapak mau bertanding apa? “, tanya Anya kebingungan.
“Gini neng, pertandingannya gampang aja, neng cukup kasih tahu siapa di antara kita bertiga yang pantas bergelar ‘Petugas Kebersihan’ terbaik tahun ini” jawab Dudung.
“Hm, cuma gitu aja pak? “, tanya gadis itu dengan perasaan was-was karena permintaan mereka terlalu sederhana.
Walaupun masih kurang pengalaman, Anya bukan anak kemarin sore. Para petugas kebersihan kampus ini tidak mungkin tidak berniat cabul padanya. Apalagi Pak Tohir telah memberikan tanda kepalan ‘meriam si jagur’ padanya tadi siang. Gadis itu sangat takut kalau sampai diperkosa oleh mereka. Namun Anya mengakui di dalam hati kalau ia tidak punya pilihan selain mematuhi permintaan mereka agar dapat segera mengakhiri mimpi buruknya ini.” Ya, cuma gitu aja, gampang kan? “, sahut Dudung menyeringai. Mukanya yang
rusak nampak mengerikan hingga nyali Anya makin ciut dibuatnya.” Ba…baiklah “, jawab Anya lemah, ” Terus…apa…kriterianya? “” Nah kalau neng udah setuju, kita mulai saja yah Pak Tohir “, tanya Dudung.Pak Tohir hanya menjawab dengan anggukan kepala dan tanpa diaba-aba lagi,
ketiganya mulai membuka pakaian seragam mereka di depan Anya. Dudung bahkan
sudah melepas pula celana kolornya dan berdiri telanjang bulat sambil mengelus
perutnya yang buncit.” Ja…jangan…pak…saya tidak mau… “, pinta Anya memelas. Rasa takut
membuatnya tercekam sehingga kata-kata selanjutnya malah tenggelam dalam
tenggorokan.

” He…he…jangan takut neng, kita ngga suka maksa kok. Pokoknya kalau neng
bisa jadi juri yang adil, nanti kita lepas dah! “, bujuk Pak Tohir.

Orang tua yang banyak makan asam garam ini sangat paham kalau gadis itu harus
dibuat tenang dulu. Kalau Anya sampai histeris, maka maksud hatinya menikmati
tubuh hangat gadis manis ini bisa jadi berantakan.

” Ihhh…kenapa…harus begini sih !? “, tanya Anya risih karena baru kali ini
ia melihat tubuh telanjang seorang pria dewasa. Akal sehat medorongnya untuk
menghindar dari kepungan Pak Tohir dan kawan-kawan. Namun ia tak berdaya karena
satu-satunya jalan pelarian telah dikunci oleh seniornya dari luar. Mata gadis
itu berusaha menghindar namun tak pelak lagi ia sempat melihat batang zakar
Dudung yang masih terkulai dikelilingi bulu lebat.

Anya yang mulai termakan bujukan, diam saja saat melihat Ujang dan Pak Tohir pun
turut melepas celana kolor mereka. Ternyata bukan hanya wajahnya saja yang
keriput, karena kulit di bagian kepala zakar Pak Tohir juga keriput seluruhnya.
Batang zakar orang tua itu nampak gemuk pendek dan pangkal zakarnya ditumbuhi
bulu kemaluan yang keriting pendek nyaris kribo.

” Nah, gini neng, kita cuma mau minta neng menilai kontol siapa yang paling gede
“, kata Pak Tohir.

” Iya neng, soalnya kita ribut melulu gara-gara urusan ini “, tambah Ujang.

” Ta…tapi… “, otak Anya membeku dan lidah terasa kelu.

” Ah, ngga usah tapi-tapian!! Nanti gua tempeleng lo “, sergah Dudung kasar.
Kebetulan pria itu berdiri paling dekat dengan Anya sehingga dalam sekelebat
tangannya sudah menjambak rambut Anya.

” Aa…aaduhhh…maaf pak…maaf…sakit…pak…”, rintih Anya. Kulit kepalanya
perih dan percikan air mata mengaburkan pandangannya.

” Ayo neng, jangan ngebantah nanti yang susah neng sendiri “, bujuk Pak Tohir.

Jambakan Dudung memadamkan perlawanan Anya dalam seketika. Ia menurut saja saat
Dudung memaksanya berlutut di atas lantai. Rasa lelah sehabis membersihkan WC
kampus bercampur takut membuatnya hanya dapat menghiba-hiba pada ketiga petugas
kebersihan yang kini berdiri mengelilinginya.

” Engh…tapi…Anya ngga tahu ca…caranyaa pak “,

” He…he…gampang aja, pegang nih ‘burung’ “, perintah Dudung.

” Baik…pak…tapi Anya jangan dijambak lagi pak…sakit…”, pintanya.

Dudung menatap tajam wajah Anya yang cantik dan baru mau melonggarkan
jambakannya setelah yakin kalau anak baru ini tak akan lagi berani melawan. Tapi
tangannya tetap berada di kepala Anya untuk mengantisipasi bila-bila gadis itu
masih berniat melawan.

Tangan Anya bergerak memegang batang kemaluan Dudung, namun hanya itu saja
sehingga membuat marah Dudung, ” Ayo! Dikocok! Goblok amat sih lo!”.

Selain mengumpat, Dudung juga menampar kepala Anya hingga gadis itu pun segera menuruti perintahnya karena takut rambutnya kena jambak lagi. Gerakan tangannya kaku karena Anya belum pernah mengocok kelamin pria. Namun hal ini sudah cukup buat Dudung karena batang kemaluannya mulai berdenyut membesar hingga dalam sekejap telah berdiri tegang sepanjang lebih kurang 15 centimeter di depan wajah Anya yang terhenyak ngeri.

” Nahhh…begini baru enak “, puji Dudung.

Ujang tak mau ketinggalan dan menarik tangan Anya yang lain untuk mengocok batang zakarnya. Sementara Pak Tohir sendiri mengocok-ngocok sendiri kemaluannya yang terkulai.

” Ungh…ung…enak neng “, seru Ujang menikmati kocokan Anya yang kaku. Batang zakarnya menegang dengan cepat namun ukurannya cuma 10 centimeter tidak sebesar Dudung.

” Emhh…neng…, coba bantu bapak “, pinta Pak Tohir setelah gagal merangsang diri sendiri.
Anya yang kebingungan menatap Pak Tohir yang berdiri tegak di depannya, ” Ma…maunya gimana pak?”

” Isap neng…ayo diisap aja “, perintah Pak Tohir tak sabar sambil menyodorkan bulatan ujung zakarnya ke depan bibir Anya, tepat di bawah hidung. Sengatan bau pesing dari air kencing yang mengering di ujung kepala zakar membuat Anya merasajijik untuk menuruti perintah Pak Tohir. Sialnya, Dudung yang sedari tadi tetap waspada mulai menjambak rambutnya saat melihat Anya mencoba memalingkan wajahnya,” Ee..eh !! Lo mau ngelawan lagi yah!?”

” Auuhh…ngga…pak…ngga…”.

” Terus napa !”, sergah Dudung sambil menjambak sedikit lebih kencang.

” Engh…ininya Pak Tohir, bau…pak “, jawab Anya jujur. Tapi kejujurannya malah berbuah tamparan tangan Dudung.

” Bau!? Mulai kurang ajar lagi lo! Cepat isep! Gua gampar bisa lo! “, ancam Dudung. Mata pria itu melotot tajam membuat Anya tidak berani lagi bersuara.

” Ayo neng, biar cepet udahan,” saran Pak Tohir,” udah sore loh, nanti neng malah telat pulangnya.”

Kata-kata pak tua itu ada benarnya karena Anya bisa melihat cahaya matahari yang menerobos dari kaca ventilasi sudah mulai meredup. Veny dan Nia dapat muncul setiap saat dan entah hukuman macam apa lagi yang akan menimpa dirinya bila keduanya masih melihat genangan air sabun di lantai WC.

” Tenang deh, nanti kita bantu besih-besih “, janji Pak Tohir seolah mengetahui kegalauan hati Anya.

Janji Pak Tohir ditambah rasa takut pada Dudung membuat Anya tak berdaya. Ia memang ingin membersihkan lantai WC secepatnya supaya dapat segera pulang. Dan satu-satunya cara yang paling masuk akal sekarang ini hanyalah memenuhi permintaan ketiga petugas kebersihan itu. Sehingga pada saat Pak Tohir kembali menyodorkan batang zakarnya yang lunglai ke depan bibirnya, Anya mulai pun mengulumnya dengan canggung.

Kelamin Pak Tohir ternyata bukan hanya bau pesing, rasanya juga asin. Hidung Anya juga berkernyit karena dalam jarak dekat, selangkangan pak tua menebarkan bau kecut. Gadis itu mencoba untuk tetap tabah dengan membayangkan dirinya sedang mengulum permen lolipop sambil berharap air ludahnya dapat segera menghilangkan rasa asin serta bau pesing dari batang zakar Pak Tohir.

Kehangatan mulut Anya mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan bagi Pak Tohir. Batang zakar pak tua berdenyut memanjang, semakin lama makin tegang dan besar.

” Emmmh…emmhhh…emhhhh “, keluh Anya saat mulutnya disodok-sodok batang zakar Pak Tohir. Anya sampai sesak nafas saat kepala zakar pak tua berkali-kali menerjang kerongkongannya. Ia juga tak sempat lagi menelan ludah hingga air liurnya mulai mengalir keluar dari antara sela-sela bibirnya. Anya tidak menyangka kalau ukuran batang zakar pak tua ternyata menyamai kepunyaan Dudung.

” Anak pintar…engh…, neng emang pintar…”, puji Pak Tohir.

Anya tidak tahu apakah ia harus merasa tersanjung atau malah terhina, namun yang pasti pujian pak tua melonggarkan jambakan yang dilakukan Dudung.

” Gantian pak “, pinta si Ujang.

” He..he.., kirain ngga pengen “, jawab Pak Tohir menyudahi sodokannya. Tangan Anya yang sedang mengocok batang zakar Ujang ia tarik ke arah batang zakarnya sendiri. Sementara Ujang segera memalingkan dan sekaligus menarik wajah Anya mendekati selangkangannya. Tak lama kemudian batang zakar Ujang sudah mulai merojok mulut gadis cantik itu. Karena panjangnya cuma 10 cm, Ujang mampu membenamkan seluruh batang zakarnya dan setiap hentakan majunya membuat ujung hidung Anya menumbur pangkal kemaluannya.

” Umhhh.., ung…umgu… “, ucap Anya tak jelas.

” Napa lagi ! “, seru Ujang sambil megeluarkan batang zakarnya agar Anya dapat lebih leluasa berbicara.

” Lutut saya.., sakit pak “, jawab Anya sambil meringis. Tempurung kakinya terasa sakit akibat berlutut di atas lantai keras,” Emh.., udah dulu pak. Anya kasih nilai dulu yah, boleh? “

” Hei! Gua belum!? “, protes Dudung.

” Udah, kasian. Biar si neng kasih nilai dulu ! “, sergah Pak Tohir, ” Ayo, bediri aja neng “.

Anya merasa sangat lega dan segera menuruti perintah Pak Tohir. Gadis itu lantas mulai menimbang-nimbang di dalam hati. Kalau hanya berdasarkan ukuran saja maka juara bontot sudah pasti si Ujang, namun ia kesulitan untuk menentukan siapa yang keluar sebagai juara satu. Sebab ukuran batang zakar Dudung dengan Pak Tohir secara kasat mata hampir sama. Perbedaannya hanya pada ukuran kepala zakar masing-masing. Kepala zakar Pak Tohir ukurannya sebesar bola pingpong sedang milik Dudung lebih kecil sedikit.

” Sapa neh yang paling hebat ? “, tanya Dudung dengan ketus. Pria itu merasa sebal karena Anya belum juga memberikan penilaian, selain itu ia juga kesal karena tidak mendapat kesempatan mengerjai mulut Anya.

” Gimana yah? Anya bingung pak “, keluh Anya.

” Goblok! “, serapah Dudung,” Gitu aja bingung! Lo bisanya apa! Sialan !”

Anya takut juga melihat kemarahan Dudung,” Ma…maaf pak “.

Tangannya dengan reflek berusaha menutupi wajahnya saat melihat Dudung mau menamparnya. Di tengah suasana genting ini, terdengar bunyi putaran anak kunci yang disusul terbukanya pintu WC dari luar kemudian kedua mentornya melangkah masuk. Pakaian, sepatu dan tas karung Anya nampak ditenteng oleh Nia. Anya berharap kedua mentornya memarahi Pak Tohir dan kawan-kawan karena tidak membantunya menyelesaikan tugas.

” Hei! Kenapa lantainya masih basah !? “, bentak Veny,” Dasar manja!”

” Maaf kak, maaf “, jawab Anya gemetar. Ia juga heran melihat Veny dan Nia dengan santai malah mendekati para petugas kebersihan yang berdiri telanjang.

” Sudah sore tahu! Setengah jam lagi waktunya pulang “, kata Nia,” Tapi tugas kamu belum beres juga “.

“Gini aja deh! Kita titip aja kamu ke Pak Tohir. Biar Pak Tohir saja yang ngawasin kerjaan kamu “, tambah Veny.

” Jangan kak…jangan “, Anya memohon.

” Ah! Masih juga ngebantah! Kamu memang susah diaturnya! “, umpat Nia sambil menyerahkan pakaian, sepatu dan tas karung Anya ke tangan Pak Tohir.

” Ini kuncinya pak “, tambah Veny,”

” Kalau sudah selesai, minta tanda tangan Pak Tohir “, perintah Nia,” Baru kamu boleh pulang. Awas kalau besok buku ospek kamu masih kosong “. 

Anya tidak diberi kesempatan untuk membela diri. Kedua mentornya pun sudah melangkah keluar sambil menutup pintu. Ia juga tak berdaya saat melihat Pak Tohir sudah bergerak mengunci pintu WC. Harapan akan dibebaskan oleh kedua mentornya kandas sudah, Anya sadar kalau nasibnya kini berada di tangan Pak Tohir.

Pak Tohir lantas dengan tenang menyimpan pakaian, sepatu dan tas karung Anya di dalam ruangan gudang yang berada di samping pintu keluar. Saat muncul kembali, Anya sempat heran melihat Pak Tohir malah membawa sepotong handuk besar dan sebotol sabun mandi. Pak tua lantas menyerahkan kedua perlengkapan mandi itu kepada Anya.

” Neng, cara tandingnya kita ganti deh!?”, kata Pak Tohir.

” Diganti? Maksud bapak? “, tanya Anya sambil menerima pemberian Pak Tohir dengan hati cemas. Ia tidak tahu lagi apa yang diinginkan para petugas kebersihan itu. Jangan-jangan Pak Tohir akan memintanya untuk memandikan mereka satu per satu.

” Gampang aja neng. Kita betiga betanding nyenengin neng “, jawab Pak Tohir,” Nah, sapa yang bisa bikin neng paling seneng, itu lah juaranya “.

” Bikin senang? Senang bagaimana pak? “, tanya Anya kebingungan sebab terkurung bersama tiga pria telanjang jelas bukan pengalaman yang menyenangkan. Selain itu ia tidak melihat potensi apa pun dalam diri Pak Tohir dan kawan-kawan yang dapat membuatnya senang.

” Gini deh, neng mandi aja dulu, biar seger! “, perintah Pak Tohir sambil membimbing Anya ke salah satu kamar mandi. Kali ini Anya menurut saja karena bagaimanapun perintah Pak Tohir yang satu ini lebih mudah dipenuhi ketimbang diminta mengocok dan mengulum batang zakar mereka. Setelah menutup pintu kamar mandi, Anya sempat mendengar Pak Tohir memerintahkan Dudung untuk mulai membersihkan genangan air sabun. 

Anya meggantungkan handuknya di pintu sedangkan botol sabun ia taruh di atas rak kecil yang terletak di bawah pancuran. Ia lantas mulai menanggalkan bra dan cd pierre cardinnya yang dibasahi sabun. Anya bermaksud untuk membilas dulu kedua potong pakaian dalamnya ini dengan air bersih. Ia nyaris terpeleset saat tiba-tiba terdengar ketokan di pintu kamar mandi.

” Neng, kutang dan kolornya biar bapak cucikan “, kata Pak Tohir dari balik pintu kamar mandi. Anya sampai keheranan mendengar kata-kata pak tua. Ia takut kalau ini semua hanyalah jebakan dan Pak Tohir akan menerobos masuk begitu pintu kamar mandi ia bukakan.

” Cepet neng, mumpung masih ada matahari. Biar cepet kering “, tambah Pak Tohir.

Ragu-ragu, Anya membuka pintu kamar mandi sambil tetap berlindung di baliknya guna menutupi tubuhnya yang telanjang.

” Ini pak “, kata Anya sambil mengeluarkan sebelah legannya untuk menyerahkan pakaian dalamnya. Dari balik pintu ia lihat Dudung dan Ujang sedang sibuk membersihkan genangan air sabun sedangkan Pak Tohir nampak menunggu di depan pintu. Anya merasa heran karena mereka bertiga masih saja bertelanjang bulat. Ia menduga mereka tengah bersaing ketat untuk menyenangkan dirinya hingga tidak merasa perlu mengenakan seragam. Anya bersiap menutup pintu jika pria tua itu memaksa masuk. Namun gadi itu dibuat tercengang sebab Pak Tohir benar-benar hanya bermaksud mengambil pakaian dalamnya saja

” Nah, gitu dong “, kata Pak Tohir sambil segera berbalik menuju wastafel.

” Terima kasih pak “, kata Anya sebelum menutup kembali pintu kamar mandi. Ia akhirnya yakin kalau Pak Tohir benar-benar ingin menyenangkan dirinya dengan membantu membilas pakaian dalamnya. Sehingga nilai pertama ia berikan buat si pak tua. 

Anya kemudian mengatur putaran keran panas dan dingin agar dapat mandi dengan air hangat. Ia membalur sekujur tubuhnya dengan cairan sabun sebelum berdiri di bawah pancuran. Anya mendesah nikmat sambil mulai menggosok sekujur tubuhnya yang penuh busa sabun. Perasaaan khawatirnya perlahan menghilang bersama dengan terbilasnya busa sabun dari tubuhnya. Setelah merasa puas, Anya menutup keran air dan mengambil handuk untuk mengeringkan rambutnya yang kemerahan. Tak lama kemudian ia mulai menyeka seluruh tubuhnya. Anya tiba-tiba tersadar kalau ia tidak memiliki apa pun untuk menutupi tubuh polosnya. Selain itu sangat riskan untuk keluar dari kamar mandi dengan hanya berbalut handuk. Namun kekhawatirannya itu segera ia buang jauh-jauh karena Anya tidak melihat adanya pilihan lain bagi dirinya. Setelah sedapat mungkin mengencangkan balutan handuk pada tubuhnya, Anya pun membuka pintu kamar mandi dan melangkah keluar.

Di luar, Pak Tohir nampak sedang menyiapkan dipan lipat di depan wastafel. Sementara Dudung dan Ujang masih sibuk membersihkan genangan air sabun yang sudah hampir kering.

” Eh si neng, udahan mandinya? “, sambut Pak Tohir.

” Udah pak. Engg.., ini buat apa yah pak? “, tanya Anya sambil menunjuk ke arah dipan lipat.

” Ooh, ini, buat neng duduk “, jawab Pak Tohir,” Sini, sini “.

Anya duduk di atas dipan dengan perasaan gelisah. Ketiga pria itu kini berdiri di depannya sementara batang zakar mereka masih saja berdiri dengan tegaknya.

” Gini neng, kita masing-masing uda nyiapin jurus buat nyenengin neng. Tiap orang dapat giliran lima menit buat nunjukinnya ke neng. Trus neng nilai aja jurus siapa yang paling tokcer. Gimana gampang kan neng? “, kata Pak Tohir panjang lebar.

” Hm, baiklah kalau gitu “, jawab Anya setuju.

” Nah, kalo neng setuju kita mulai aja “, ajak Pak Tohir,” Sapa yang mau duluan? “.

” Gua! “, seru Ujang cepat,” Tapi Pak Tohir ama Dudung jangan di sini, nanti nyontek lagi “.

” Iya deh, kalo gitu, ayo Dung kita tunggu di luar “, jawab Pak Tohir. Keduanya lantas meninggalkan Anya berduaan dengan Ujang dan menunggu di luar WC.


1 komentar: